Pidato Pelantikan Ketua Tentang Paradigma Keilmuan di STIT-HAFAS

Salinan pidato Ketua STIT-HAFAS Periode 2020-2024 tentang paradigma keilmuan di STIT-HAFAS Kota Subulussalam pada acara pelantikan selasa 05 mei 2020, di aula STIT-HAFAs Kota Subulussalam…

 

PIDATO KETUA

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH HAMZAH FANSURI

PERIODE AKADEMIK 2020/2021 SAMPAI 2023/2024

 

Oleh: Dr. Musriaparto, MM

 

Yang terhormat,

  1. Waalikota Subulussalam
  2. Wakil Walikota Subulussalam
  3. Ketua DPRK Kota Subulussalam
  4. Ketua Yayasan AS-SILMI Kota Subulussalam
  5. Ketua Komisi D DPRK Kota Subulussalam
  6. Kepala BAPEDA Kota Subulussalam
  7. Kepala INSPEKTORAT Kota Subulusslam
  8. Kepala DINAS PENDIDIKAN Kota Subulussalam
  9. Ketua MPD Kota Subulussalam
  10. Kepala DINAS SYARI’AT ISLAM Kota SAubulussalam
  11. Kepala Kantor KEMENTERIAN AGAMA Kota Subulusslam
  12. Kepala BAITUL MAL Kota Subulussalam
  13. Bapak dan Ibu Dosen STIT HAMZAH FANSURI Kota subussulam
  14. Perwakilan BEM dan Mahasiswa STIT HAMZAH FANSURI Kota Subulussalam
  15. Bapak-bapak Hadirin yang Dirhamati Allah

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Walikota Subulussalam dan Pengurus Yayasan Pendidikan Assilmi, yang telah memberikan kepada kami sebuah amanah yang besar, untuk menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri. Kami berharap bantuan, arahan dan bimbingan dari Pemerintah Kota Subulussalam dan Pihak Yayasan Assilmi, untuk kemajuan kampus yang kita cintai ini di masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini, izinkan saya memaparkan Paradigma Keilmuan yang akan dibangun di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri. Paradigma keilmuan secara tegas sebenarnya hanya dimiliki oleh kampus-kampus Islam setara Universitas Islam, seperti UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Medan dan UIN Banda Aceh. Tapi disini, saya mencoba membuat konsep kecil-kecilan, mengenai Paradigma Keilmuan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri. Bolehlah kita menyebutnya sebagai:

 

Paradigma Keilmuan STIT-HAFAS

Al ‘Ilmu Nuurun.

 

Saudara-saudara yang saya hormati,

Penamaan Hamzah Fansuri pada ujung nama dari kampus kita tentunya memiliki alasan filosofis tersendiri. Tidak semata-mata, mengambil populeritas karena tokoh besar tasawuf asia tenggara dan dunia itu, makamnya ada di kampung kita, di Oboh. Dan tidak pula serta-merta karena Singkil-Subulussalam, adalah bagian dari peradaban Barus-Raya, dimana Barus adalah tempat kelahiran dan tempat yang dibanggakan oleh Hamzah Fansuri.

Penamaan Hamzah Fansuri erat kaitannya dengan sifat tasawuf yang lebih mengedepankan isi daripada bentuk, yang lebih mengedepankan substansi daripada simbol semata.

 

 

Kata Hamzah Fansuri,

Aho segala kita yang menyembah “Nama

Yogya diketahui apa “Yang Pertama”

Maksud dari puisi ini adalah bahwa kebanyakan kita menyembah Tuhan sebagai simbol, dengan praktek semata tapi lupa hakikat. Orang menyembah ‘Allah” dan menyembah nama Allah, tapi lupa menyembah hakikat Allah, lupa menyembah Dzat wajibul wujud.

Syair ini berpesan, bahwa kelemahan umat Islam pada setiap episode sejarah adalah ketika mereka lalai dengan Nama, tapi lupa dengan yang pertama. Lupa dengan isi, lupa dengan tujuan. Lupa dengan karakter, lupa dengan substansi, lupa dengan hakikat.

Penamaan Hamzah Fansuri, mengantarkan kita pada satu pemahaman hakikat, bahwa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri adalah sekolah tinggi Islam yang bukan mengejar ijazah dan wisuda semata. Bukan pendidikan dari semester ke semester semata, tapi lebih dari itu, sekolah tinggi ilmu tarbiyah Hamzah Fansuri, ingin mengembalikan makna pendidikan kepada hakikat dari pendidikan itu sendiri.

Akhir-akhir ini, pendidikan terjebak pada persoalan administrasi, pada persoalan atribut, mencetak pekerja yang penuh skill, tapi lupa mencetak manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Mencetak manusia pintar tapi lupa mencetak orang-orang cerdas. Mencetak para penghafal, tapi lupa mencetak generasi yang kreatif. Pendidikan ketangguhan, terkadang luput dari perhatian dalam proses-proses pembelajaran. Generasi itu cerdas, tapi lemah dan rapuh.

Hadirin sekalian yang dirahmati Allah….

Lalu Apa hakikat pendidikan itu?

Firman Allah,

Wama Khalaqtu Jinni Wal Ins Illa Liya’budun,(Al Dzariyat 56)  

Tidak ada kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaku.

Al-Qushairi menerjemahkan kata liya’buudun dengan liya’rifun artinya untuk mengenal Allah. Dan tentu saja, secara sederhana, untuk dapat mengenal maka butuh ilmu.

 

Saudara-saudara yang saya hormati,..

Hakikat ilmu adalah faham, dan hakikat faham adalah sadar, dan hakikat sadar adalah syuhud dan penyaksian. Banyak yang berilmu, tapi ilmunya malah membuat ia menjadi sombong seperti yang dipraktekkan oleh Fir’aun. Banyak yang memiliki ilmu, tapi ilmunya tidak memberi manfaat bagi dirinya. Mengapa, karena kebanyakan kita, berilmu untuk mendukung ego, dan nafsu pribadi, membuat kita hilang semangat juang kecuali demi pemenuhan kebutuhan nafsu semata.

Padahal ilmu adalah cahaya, ia mampu menerangi bukan saja bagi si penuntut ilmu tapi juga bagi orang lain. Hal ini sejalan dengan firman Allah, wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin, (Ambiya 107) bahwa Nabi, termasuk kita, dan orang-orang yang berilmu, adalah rahmat, yang memberi perubahan dan pengaruh baik yang berarti bagi lingkungan sekitar.

Inilah yang hilang dari paradigma keilmuan sekuler. Bahwa ilmu hanya untuk diri sendiri, hanya untuk kepentingan nafsu belaka. Sehingga lembaga pendidikan hanya mengajarkan kompetisi, dan individualistik. Lembaga pendidikan hanya menggembleng manusia menjadi pasif, dan lemah kreatifitas. Hanya membuat anak seorang petani, tak lagi mampu mengayunkan cangkul, atau anak seorang nelayan tak lagi mampu menarik tali pancing. Pendidikan hanya membuat orang-orang menjadi terkurung, menjadi terbatas dan menjadi tidak bermanfaat.

Inilah yang ingin kami ubah. Kami ingin melakukan rekonstruksi pendidikan berbasis substansi, melahirkan generasi yang peka dan kreatif, menciptakan generasi yang tangguh yang siap memimpin dan dipimpin. Yang siap mengepakkan sayap ke angkasa dan menerjunkan diri ke kubangan sekalipun, demi perubahan signifikan, demi mencapai hakikat ilmu, demi mencapai kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain.

Paradigma keilmuan yang dibangun oleh STIT Hamzah Fansuri, dilandaskan kepada teologi tauhid, melahirkan pribadi yang peka terhadap lingkungan, tangguh menghadapi tantangan, dan peka terhadap keadaan sekitar. Seorang terdidik yang bisa beradaptasi, mampu bangun ketika jatuh, bersikap sabar dan santun, dan tentu saja kreatif. Karena bagi pribadi yang tauhidic, semua berasal dari Allah, dan semua digerakkan oleh Allah, orang yang beriman akan ditolong oleh Allah, dan semua akan kembali kepada Allah.

Untuk tujuan demikian, maka perlu pengembangan manajerial kepemimpinan dan kependidikan yang sesuai dengan semangat tauhid tersebut. Beberapa point yang dapat kami paparkan diantaranya:

Pertama, Kesetaraan. Bahwa STIT Hamzah Fansuri memiliki potensi untuk setara dengan kampus-kampus besar di Indonesia khususnya dalam tridharma perguruan tinggi, yakni di bidang pengajaran, bidang penelitian dan bidang pengabdian masyarakat. Dimana ketiga bidang dalam tridharma perguruan tinggi tersebut, berjalan seiring dan searah, dan satu tujuan.

Kedua, Progress. Setiap langkah adalah kemajuan dari yang sebelumnya. Tidak ada kopipas yang tidak dibubuhi nilai lebih. Semua didasarkan pada pemikiran kemajuan dan progress yang kreatif.

Ketiga, Efektif, Terukur dan terencana.  Semua langkah itu adalah rencana, bukan sekedar respon reaktif atas satu keadaan tertentu. Bahkan jika ia adalah respon, maka bentuknya adalah respon kreatif bukan respon reaktif.

Keempat, Kesetaraan sejawat. Kita bekerja secara tim work, memberi peluang kepada setiap individu untuk mengembangkan kreatifitasnya. Tidak ada pembungkaman apalagi pencekalan. Tidak ada pengkhianatan akademik dan plagiasi.

Kelima, Kesejahteraan yakni kerja yang efektif dan upah yang layak dan perencanaan pengembangan kampus yang sejalan dengan perencanaan terhadap kesejahteraan karyawan dengan model jenjang karir dan kesempatan untuk meningkatkan skill dan profesionalitas bekerja bagi anggota tim.

Keenam, Pembinaan Prestasi yakni bahwa setiap Dosen dan Mahasiswa dibina untuk mengembangkan potensi sehingga menghasilkan prestasi. Kita bukan menjaring individu-individu berprestasi hanya untuk mendulang populeritas tapi kita berkembang dari potensi. Kita berkembang dari upaya-upaya dan strategi untuk mengembangkan diri baik bagi dosen maupun mahasiswa.

Terakhir, semua kita adalah setara. Kita sama dihadapan Allah, kita sama memiliki potensi untuk maju, tinggal apakah kita mau bekerja, mau bergerak, atau hanya diam, minder dan pasrah?

Akhirnya, itulah sekelumit paradigma, pola fikir  dan sistem manajerial yang hendak kami kembangkan di kampus STIT Hamzah Fansuri ini.

Kami tutup dengan mengutip syair Syekh Hamzah Fansuri.

Laut itulah yang bernama aḥad

Terlalu lengkap pada asyyâ’u shamâd

Olehnya itulah lam yalid wa lam yǔlad

Wa lam yakun lahǔ kufwan aḥad.

Wassalamualaikum wr.wb

 

* Pidato ini disampaikan pada acara pelantikan ketua STIT-HAFAS Kota Subulussalam tanggal 05 Mei 2020 di Kota Subulussalam

Nonton Bareng dan Diskusi Film “Atas Nama Percaya”

Mahasiswa STIT Hamzah Fansuri Nonton Bareng Film Fenomenal “Atas Nama Percaya“, yang diproduksi oleh WatchDoc bekerjasama dengan CRCS Universitas Gajah Mada Yogyakarta.  Acara Nobar tersebut kemudian dengan diskusi mengenai para penghayat khususnya ysang terdapat di negeri Singkil, yakni kelompok Agama lokal Parmalim. Hadir dalam acara tersebut H Damhuri MM, Tokoh Budaya Singkel, Mantan Sekda Kota Subulussalam dan juga pembina STIT-HAFAS dan Mawardi selaku Waka III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama STIT-HAFAS.
Dalam sambutannya, H Damhuri memaparkan pengalamannya mengenai Agama Parmalim di Singkel.
Acara tersebut kemudian diisi dengan diskusi dengan pemateri Nurhalimah Zulkarnaen S.Sos, (aktivis kebudayaan Singkel dan peneliti Parmalim), Ismail Angkat M.IP (Dosen STIT-HAFAS) dan Ramli Cibro M.Ag (Dosen STIT-HAFAS). Acara diskusi yang dimoderatori oleh Abidah Ayu M.Psi (Dosen STIT-HAFAS), menarik antusias warga kota Subulussalam, khususnya Mahasiswa STIT-HAFAS.


Nurhalimah Zulkarnaen S.Sos sebagai pembicara kunci dalam acara tersebut memaparkan hasil risetnya mengenai masyarakat Parmalim yang sering disalahfahami dan mengalami kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik misalnya terjadi dalam bentuk keterpaksaan. Nurhalimah banyak membuka tabir mengenai kepercayaan Parmalim setelah penyelidikannya yang mendalam. Mereka menyebut tuhannya sebagai Debata Mula jadi Nabolon dengan Raja Sisimangaraja sebagai Nabi-nya. Mereka memiliki kitab Fustahat dan hari Sabtu sebagai hari beribadah. Di Aceh Singkil, Parmalim banyak terdapat di Kecamatan Danau Paris khususnya di Kampung Sikoran. Tempat ibadah mereka yang disebut Parsatian sejak tahun 1965 tidak pernah mendapat perhatian dan uluran tangan pemerintah sama sekali.

BEM STIT HAFAS Menggelar Acara Seminar Nasional 

 

Subulussalam Kamis 15 Agustus 2019.

Ramli Cibro. Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri BEM STIT-HAFAS menggelar acara Seminar Nasional Kepenulisan Ilmiah bertema “Membentuk Guru, Dosen dan Mahasiswa sebagai Intelektual yang Berwawasan dan Terampil dalam Menulis.”
Seminar Nasional tersebut dibuka oleh Mantan Sekda Kota Subulussalam H. Damhuri SP MM. Peserta yang hadir terdiri dari kalangan guru, dosen, mahasiswa dan para peminat literasi di seputaran Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil. Damhuri yang juga merupakan pembina Yayasan As Silmi yang menaungi Kampus STIT HAFAS dalam sambutannya mengakui pentingnya literasi dalam membangun peradaban dan kebudayaan. Ia juga mendorong masyarakat Subulussalam untuk mengembangkan daerah melalui peningkatan karya tulis.

Selanjutnya