Wisuda Kedua, STIT Hamzah Fansuri Kembali Mencetak Sarjana Unggul

Untuk kedua kalinya, pada Sabtu (15/1/2022) STIT Hamzah Fansuri resmi mengangkat 44 mahasiswa/i sebagai sarjana yang akan melanjutkan karier sebagai pelaksana pendidikan. Para sarjana yang diwisuda berasal dari dua Program Studi, Pendidikan Agama Islam (20 orang sarjana) dan Manajemen Pendidikan Islam (24 orang sarjana).

 

Tak pelak, acara wisuda tersebut didukung oleh banyak pihak seperti jajaran Kopertais dari UIN ar-Raniry Banda Aceh, Pemerintahan Kota Subulussalam, Instansi Swasta dan Negeri, serta berbagai tokoh masyarakat pada berbagai kalangan yang telah berhadir dalam acara. Dukungan tersebut bersumber pada sikap optimis semua pihak terkait kemajuan Sekolah Tinggi yang ada di daerah Barat-Selatan Aceh, khususnya Kota Subulussalam. Terlebih lagi, posisi Kota Subulussalam yang berada di pinggir Provinsi Aceh sempat lama tertidur. Oleh karenanya, acara wisuda yang kedua kali ini membangkitkan kembali citra Kota Subulussalam yang pernah berjaya dengan tradisi keislaman yang dibawa oleh Syekh Hamzah Fansuri dan ulama besar lainnya.

 

STIT Hamzah Fansuri juga menunjukan berbagai prestasi-prestasi akademik di bidang pendidikan dan keislaman. Sesuai laporan Ketua Panitia, Rahmawati ST, MM melaporkan beberapa mahasiswa lulus dengan predikat cumlaude dengan Indeks Prestasi (IP) 3.92 dan 3.86, rata-rata mendapatkan IP yang sangat memuaskan. Berbagai penghargaan juga diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi di kancah Nasional dengan membawa nama STIT Hamzah Fansuri. Selain itu, adapula inisiatif kampus STIT Hamzah Fansuri untuk menelaah Tokoh Pendidikan yang dirasa memiliki kiprah dalam bidang Pendidikan yang tak main-main, penghargaan tersebut dianugrahkan kepada H. Rusdi Hasan, S.Ip, dan H. Ismail K. S, Pd., MM sebagai Tokoh Pendidikan Kota Subulussalam tahun 2022 melalui lembaga survei pendidikan yang bernama Hamzah Fansuri Educational Award.

 

STIT Hamzah Fansuri mengalami peningkatan yang pesat dalam jumlah mahasiswa/i pada setiap tahun ajaran baru. Namun demikian, Ketua STIT Hamzah Fansuri, Dr. Musriaparto, MM mengakui dalam pidatonya bahwa misi memajukan pendidikan tidak boleh terhenti pada  kuantitas, tapi juga harus didukung oleh kualitas pendidikan dan dukungan seluruh masyarakat. Pernyataan tersebut didukung oleh Prof, Dr. H Warul Walidin AK, M.A selaku Rektor UIN Ar-Raniry dan Walikota Subulussalam H Affan Alfian yang akan turut mendukung peningkatan kualitas sarana dan prasarana STIT Hamzah Fansuri.

 

Tak lupa, Syafnial, MM yang membawakan Orasi Ilmiah berpesan kepada para wisudawan bahwa ilmu adalah cahaya dan para sarjana harus turut serta melakukan ibadah sosial, memajukan pendidikan sebagai cahaya perdaban dan terus menuntut ilmu sebab wisuda bukanlah akhir dari perjalanan intelektual.

Raih Juara, STIT Hamzah Fansuri Mulai Unjuk Taring di Tingkat Nasional

 

Ajang Nasional OASE (Olimpiade Agama, Sains dan Riset) tahun 2021 yang diadakan oleh Kementrian Agama yang berakhir pada 28 November menyisakan sejarah bagi STIT Hamzah Fansuri. Pasalnya, kampus kenamaan di Kota Subulussalam tersebut berhasil menyabet Juara Harapan 1 pada perlombaan Qiraatul Kutub Putra atas nama Abidin.

Kendati demikian, yang membuat ajang tersebut menyumbangkan sejarah bagi STIT Hamzah Fansuri bukanlah perihal juara atau tidaknya. Dr Musriaparto, MM selaku Ketua STIT Hamzah Fansuri mengakui ajang tersebut untuk membuktikan bahwa kampus yang selama ini dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan PTN/PTAIN kenamaan juga mempunyai tradisi keilmuan yang tak boleh dianggap remeh.

“Prestasi yang didapat ini tentu bukan sesuatu yang besar, biasa saja. Yang luar biasa adalah bahwa mahasiswa/i STIT Hamzah Fansuri mulai terdorong untuk tetap berkarya. Langkah ini adalah sebuah upaya untuk memecah gunung es kebekuan prestasi para santri dan mahasiswa di Kota Subulussalam. Dapat Juara Harapan 1 sudah bagus sebagai awal permulaan bahwa mahasiswa/i STIT Hamzah Fansuri tak boleh merasa inferior. Kita sama-sama belajar, hasil ditentukan oleh usaha bukan nama besar almamater.” Ujar Ketua STIT Hamzah Fansuri.

 

Abidin sebagai salah satu mahasiswa yang mendapatkan prestasi tersebut pun tidak serta-merta berbangga hati. Abidin mengakui bahwa langkah tersebut dapat mendorong teman-teman santri atau mahasiswa/i lainnya ikut menorehkan prestasi yang lebih besar baik di tingkat nasional sampai di tingkat internasional.

 

Selain menjadi mahasiswa STIT Hamzah Fansuri, Abidin juga turut menjadi tenaga pendidik di pesantren-pesantren Kota Subulussalam, salah satunya Pesantren Hamzah Fansuri di Runding. Usainya kejuaraan Nasional OASE tidak membuat Abidin berhenti menggali ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada peserta didik dan teman-teman mahasiswa/i lainnya di STIT Hamzah Fansuri.

 

“Hal ini (juara Nasional) jangan dipandang sebagai hasil akhir prestasi kita. Kita masih berproses, insyallah mahasiswa/i STIT Hamzah Fansuri dan santri di Kota Subulussalam akan menorehkan prestasi lainnya yang lebih dasyat. Selama generasi muda tetap mencari ilmu dengan sungguh-sungguh, masa depan bangkitnya keilmuan Islam di Kota Subulussalam akan tetap hidup dan tak pernah akan redup!” Pungkas Abidin sambil menyeruput kopinya yang masih hangat.

 

Tidak Main-main, STIT Hamzah Fansuri Masuk Babak Final di Ajang Nasional OASE

Abidin, mahasiswa STIT Hamzah Fansuri Kota Subulussalam  masuk babak final di ajang Nasional OASE 2021 cabang Qiraatul Kutub di Banda Aceh. Tentunya, hal ini menjadi momen penting bagi bangkitnya Perguruan Tinggi di Kota Subulussalam. STIT Hamzah Fansuri terus merangkul putra-putri terbaik Kota Subulussalam agar mampu terdorong mencapai prestasi akademik di level nasional maupun internasional. Dengan masuknya Abidin ke babak final, ada secercah harapan bahwa kampus-kampus lokal juga dapat bersaing di tingkat nasional.

 

Setiap Perguruan Tinggi Islam di Indonesia yang mengikuti OASE memang mengirimkan putra-putri terbaiknya untuk bersaing sehingga ajang tersebut bukanlah main-main. Abidin mengakui bahwa memang usaha untuk menyabet posisi di babak final bukanlah hal yang mudah, banyak sekali pesaing yang berasal dari pesantren atau pendidikan Islam yang mumpuni dalam Qiraatul Kutub. Namun, hal tersebut tidak serta-merta membuat Abidin minder dan kecut. Abidin membuktikan bahwa banyak sekali mahasiswa/i berbakat yang ada di Kota Subulussalam, sebab kurangnya akses sehingga mereka yang berpotensi kerap terkubur.

 

Dalam cabang perlombaan Qiraatul Kutub, Abidin membaca kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karangan Abu Al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd (Ibn Rusyd/Avverroes) seorang pembaharu jurisprudensi Islam (fiqh) dan filsuf Islam yang menginspirasi kemajuan peradaban Barat. Abidin cukup lancar membaca kitab babon tersebut beserta dengan penjelasan dari isi kitab tersebut secara lugas.

 

Keberhasilan Abidin mencapai babak final bukanlah hal yang tanpa kendala sama sekali. Ajang yang diadakan dengen metode daring tersebut sempat membuat Abidin kecut karena lemahnya sinyal membuat proses perlombaan sempat terputus-putus. Hal tersebut disebabkan oleh bencana banjir di Kota Subulussalam yang sempat diguyur hujan selama beberapa hari yang lalu. Namun, hal tersebut berhasil ditenggarai oleh Abidin karena memang Abidin telah menguasai pembacaan kitab Ibn Rusyd itu.

 

Pengalaman yang dihadapi Abidin memang menginspirasi sekaligus mengharukan. Dr Musriaparto, MM mengungkapkan bahwa memang akses STIT Hamzah Fansuri Kota Subulussalam belum sampai level teknologi dan pembangunan yang mumpuni, akan tetapi bukan berarti mahasiswa/i harus minder dan takut bermimpi besar.  “Memang kampus kita masih terbatas jika dibandingkan dengan kampus di Kota-kota besar. Tapi jangan salah, Mahasiswa/i STIT Hamzah Fansuri adalah orang-orang berbakat nan cerdas.  Nothing feels better than doing what people think you cannot do.” Kelakar Ketua STIT Hamzah Fansuri dengan candaan khas tapi tampak penuh keyakinan pada setiap kata-katanya.

AJANG NASIONAL OASE, STIT HAMZAH FANSURI SIAP MERAIH PRESTASI BARU

Ajang Mahasiswa/i pada Olimpiade Agama, Sains dan Riset (OASE) tahun 2021 yang diikuti oleh seluruh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia, termasuk Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Hamzah Fansuri Kota Subulussalam menoreh kebanggaan. Abidin adalah salah satu mahasiswa STIT Hamzah Fansuri yang ikut meramaikan ajang yang dilaksanakan di Banda Aceh tersebut. Abidin sendiri telah menempati posisi sebagai kontestan terpilih cabang Qiraatul Kutub Putra setelah melewati berbagai proses seleksi.

Sebagai perwakilan dari STIT Hamzah Fansuri, terpilihnya Abidin memang cukup membanggakan. Sebab, Kota Subulussalam memang memiliki nama lain sebagai ‘Kota Santri’. Pelabelan nama ‘Kota Santri’ tentunya berasal dari banyaknya santri-santri berbakat di Kota Subulussalam. Kendati demikian, masih amat minim ajang nasional yang melibatkan santri berbakat di tingkat yang lebih besar.

OASE merupakan ajang Nasional yang mendapatkan perhatian publik yang cukup besar. Pasalnya, ajang bergengsi ini memang melihat potensi-potensi yang tersebar di seluruh daerah Indonesia. Kesempatan ini dibaca oleh Ketua STIT Hamzah Fansuri, Dr Musriaparto, M.M sebagai ajang penting untuk menunjukkan potensi Subulussalam Kota Santri dan STIT Hamzah Fansuri sebagai PTKI yang menanungi Mahasiswa di Subulussalam. “STIT Hamzah Fansuri akan terus mendukung, membentuk dan mendampingi mahasiwa/i yang berbakat agar mampu mengukir prestasi di berbagai bidang, khususnya di bidang Keagamaan Islam.” ujar Ketua STIT Hamzah Fansuri yang memiliki fokus penelitian di bidang Hadis itu.

STIT Hamzah Fansuri memang memiliki kapasitas yang mumpuni dalam menjaring alumni pesantren agar menempuh Sekolah Tinggi. Tercatat sampai hari ini, STIT Hamzah Fansuri memiliki sebaran alumni yang berkiprah di dunia pesantren, dari mulai tenaga didik, sampai pengelola pesantren/dayah.

Ajang OASE tersebut bukanlah satu-satunya ajang yang diikuti oleh STIT Hamzah Fansuri, melainkan ada berbagai ajang lokal yang juga menorehkan prestasi. Untuk mempersiapkan prestasi lainnya, STIT Hamzah Fansuri tetap fokus membentuk atmosfir intelektual di kampus dengan workshop, seminar dan berbagai program-program pembelajaran yang berperan besar pada perkembangan ilmu pengetahuan di Kota Subulussalam.

“Tidak hanya mendukung dengan kalimat retoris belaka, STIT Hamzah Fansuri membuktikan telah mempersiapkan sarana dan prasarana yang sangat membantu mahasiswa/i dalam menemukan bakat dan potensinya masing-masing. Karena saya meyakini kepintaran bukanlah bawaan lahir, kepintaran adalah hasil dari pembentukan karakter dan disiplin belajar yang mesti didukung oleh lingkungan.” Pungkas Dr Musriaparto, M.M.

Pidato Pelantikan Ketua Tentang Paradigma Keilmuan di STIT-HAFAS

Salinan pidato Ketua STIT-HAFAS Periode 2020-2024 tentang paradigma keilmuan di STIT-HAFAS Kota Subulussalam pada acara pelantikan selasa 05 mei 2020, di aula STIT-HAFAs Kota Subulussalam…

 

PIDATO KETUA

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH HAMZAH FANSURI

PERIODE AKADEMIK 2020/2021 SAMPAI 2023/2024

 

Oleh: Dr. Musriaparto, MM

 

Yang terhormat,

  1. Waalikota Subulussalam
  2. Wakil Walikota Subulussalam
  3. Ketua DPRK Kota Subulussalam
  4. Ketua Yayasan AS-SILMI Kota Subulussalam
  5. Ketua Komisi D DPRK Kota Subulussalam
  6. Kepala BAPEDA Kota Subulussalam
  7. Kepala INSPEKTORAT Kota Subulusslam
  8. Kepala DINAS PENDIDIKAN Kota Subulussalam
  9. Ketua MPD Kota Subulussalam
  10. Kepala DINAS SYARI’AT ISLAM Kota SAubulussalam
  11. Kepala Kantor KEMENTERIAN AGAMA Kota Subulusslam
  12. Kepala BAITUL MAL Kota Subulussalam
  13. Bapak dan Ibu Dosen STIT HAMZAH FANSURI Kota subussulam
  14. Perwakilan BEM dan Mahasiswa STIT HAMZAH FANSURI Kota Subulussalam
  15. Bapak-bapak Hadirin yang Dirhamati Allah

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Walikota Subulussalam dan Pengurus Yayasan Pendidikan Assilmi, yang telah memberikan kepada kami sebuah amanah yang besar, untuk menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri. Kami berharap bantuan, arahan dan bimbingan dari Pemerintah Kota Subulussalam dan Pihak Yayasan Assilmi, untuk kemajuan kampus yang kita cintai ini di masa yang akan datang.

Dalam kesempatan ini, izinkan saya memaparkan Paradigma Keilmuan yang akan dibangun di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri. Paradigma keilmuan secara tegas sebenarnya hanya dimiliki oleh kampus-kampus Islam setara Universitas Islam, seperti UIN Jakarta, UIN Yogyakarta, UIN Medan dan UIN Banda Aceh. Tapi disini, saya mencoba membuat konsep kecil-kecilan, mengenai Paradigma Keilmuan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri. Bolehlah kita menyebutnya sebagai:

 

Paradigma Keilmuan STIT-HAFAS

Al ‘Ilmu Nuurun.

 

Saudara-saudara yang saya hormati,

Penamaan Hamzah Fansuri pada ujung nama dari kampus kita tentunya memiliki alasan filosofis tersendiri. Tidak semata-mata, mengambil populeritas karena tokoh besar tasawuf asia tenggara dan dunia itu, makamnya ada di kampung kita, di Oboh. Dan tidak pula serta-merta karena Singkil-Subulussalam, adalah bagian dari peradaban Barus-Raya, dimana Barus adalah tempat kelahiran dan tempat yang dibanggakan oleh Hamzah Fansuri.

Penamaan Hamzah Fansuri erat kaitannya dengan sifat tasawuf yang lebih mengedepankan isi daripada bentuk, yang lebih mengedepankan substansi daripada simbol semata.

 

 

Kata Hamzah Fansuri,

Aho segala kita yang menyembah “Nama

Yogya diketahui apa “Yang Pertama”

Maksud dari puisi ini adalah bahwa kebanyakan kita menyembah Tuhan sebagai simbol, dengan praktek semata tapi lupa hakikat. Orang menyembah ‘Allah” dan menyembah nama Allah, tapi lupa menyembah hakikat Allah, lupa menyembah Dzat wajibul wujud.

Syair ini berpesan, bahwa kelemahan umat Islam pada setiap episode sejarah adalah ketika mereka lalai dengan Nama, tapi lupa dengan yang pertama. Lupa dengan isi, lupa dengan tujuan. Lupa dengan karakter, lupa dengan substansi, lupa dengan hakikat.

Penamaan Hamzah Fansuri, mengantarkan kita pada satu pemahaman hakikat, bahwa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri adalah sekolah tinggi Islam yang bukan mengejar ijazah dan wisuda semata. Bukan pendidikan dari semester ke semester semata, tapi lebih dari itu, sekolah tinggi ilmu tarbiyah Hamzah Fansuri, ingin mengembalikan makna pendidikan kepada hakikat dari pendidikan itu sendiri.

Akhir-akhir ini, pendidikan terjebak pada persoalan administrasi, pada persoalan atribut, mencetak pekerja yang penuh skill, tapi lupa mencetak manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Mencetak manusia pintar tapi lupa mencetak orang-orang cerdas. Mencetak para penghafal, tapi lupa mencetak generasi yang kreatif. Pendidikan ketangguhan, terkadang luput dari perhatian dalam proses-proses pembelajaran. Generasi itu cerdas, tapi lemah dan rapuh.

Hadirin sekalian yang dirahmati Allah….

Lalu Apa hakikat pendidikan itu?

Firman Allah,

Wama Khalaqtu Jinni Wal Ins Illa Liya’budun,(Al Dzariyat 56)  

Tidak ada kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaku.

Al-Qushairi menerjemahkan kata liya’buudun dengan liya’rifun artinya untuk mengenal Allah. Dan tentu saja, secara sederhana, untuk dapat mengenal maka butuh ilmu.

 

Saudara-saudara yang saya hormati,..

Hakikat ilmu adalah faham, dan hakikat faham adalah sadar, dan hakikat sadar adalah syuhud dan penyaksian. Banyak yang berilmu, tapi ilmunya malah membuat ia menjadi sombong seperti yang dipraktekkan oleh Fir’aun. Banyak yang memiliki ilmu, tapi ilmunya tidak memberi manfaat bagi dirinya. Mengapa, karena kebanyakan kita, berilmu untuk mendukung ego, dan nafsu pribadi, membuat kita hilang semangat juang kecuali demi pemenuhan kebutuhan nafsu semata.

Padahal ilmu adalah cahaya, ia mampu menerangi bukan saja bagi si penuntut ilmu tapi juga bagi orang lain. Hal ini sejalan dengan firman Allah, wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin, (Ambiya 107) bahwa Nabi, termasuk kita, dan orang-orang yang berilmu, adalah rahmat, yang memberi perubahan dan pengaruh baik yang berarti bagi lingkungan sekitar.

Inilah yang hilang dari paradigma keilmuan sekuler. Bahwa ilmu hanya untuk diri sendiri, hanya untuk kepentingan nafsu belaka. Sehingga lembaga pendidikan hanya mengajarkan kompetisi, dan individualistik. Lembaga pendidikan hanya menggembleng manusia menjadi pasif, dan lemah kreatifitas. Hanya membuat anak seorang petani, tak lagi mampu mengayunkan cangkul, atau anak seorang nelayan tak lagi mampu menarik tali pancing. Pendidikan hanya membuat orang-orang menjadi terkurung, menjadi terbatas dan menjadi tidak bermanfaat.

Inilah yang ingin kami ubah. Kami ingin melakukan rekonstruksi pendidikan berbasis substansi, melahirkan generasi yang peka dan kreatif, menciptakan generasi yang tangguh yang siap memimpin dan dipimpin. Yang siap mengepakkan sayap ke angkasa dan menerjunkan diri ke kubangan sekalipun, demi perubahan signifikan, demi mencapai hakikat ilmu, demi mencapai kemaslahatan bagi diri sendiri dan orang lain.

Paradigma keilmuan yang dibangun oleh STIT Hamzah Fansuri, dilandaskan kepada teologi tauhid, melahirkan pribadi yang peka terhadap lingkungan, tangguh menghadapi tantangan, dan peka terhadap keadaan sekitar. Seorang terdidik yang bisa beradaptasi, mampu bangun ketika jatuh, bersikap sabar dan santun, dan tentu saja kreatif. Karena bagi pribadi yang tauhidic, semua berasal dari Allah, dan semua digerakkan oleh Allah, orang yang beriman akan ditolong oleh Allah, dan semua akan kembali kepada Allah.

Untuk tujuan demikian, maka perlu pengembangan manajerial kepemimpinan dan kependidikan yang sesuai dengan semangat tauhid tersebut. Beberapa point yang dapat kami paparkan diantaranya:

Pertama, Kesetaraan. Bahwa STIT Hamzah Fansuri memiliki potensi untuk setara dengan kampus-kampus besar di Indonesia khususnya dalam tridharma perguruan tinggi, yakni di bidang pengajaran, bidang penelitian dan bidang pengabdian masyarakat. Dimana ketiga bidang dalam tridharma perguruan tinggi tersebut, berjalan seiring dan searah, dan satu tujuan.

Kedua, Progress. Setiap langkah adalah kemajuan dari yang sebelumnya. Tidak ada kopipas yang tidak dibubuhi nilai lebih. Semua didasarkan pada pemikiran kemajuan dan progress yang kreatif.

Ketiga, Efektif, Terukur dan terencana.  Semua langkah itu adalah rencana, bukan sekedar respon reaktif atas satu keadaan tertentu. Bahkan jika ia adalah respon, maka bentuknya adalah respon kreatif bukan respon reaktif.

Keempat, Kesetaraan sejawat. Kita bekerja secara tim work, memberi peluang kepada setiap individu untuk mengembangkan kreatifitasnya. Tidak ada pembungkaman apalagi pencekalan. Tidak ada pengkhianatan akademik dan plagiasi.

Kelima, Kesejahteraan yakni kerja yang efektif dan upah yang layak dan perencanaan pengembangan kampus yang sejalan dengan perencanaan terhadap kesejahteraan karyawan dengan model jenjang karir dan kesempatan untuk meningkatkan skill dan profesionalitas bekerja bagi anggota tim.

Keenam, Pembinaan Prestasi yakni bahwa setiap Dosen dan Mahasiswa dibina untuk mengembangkan potensi sehingga menghasilkan prestasi. Kita bukan menjaring individu-individu berprestasi hanya untuk mendulang populeritas tapi kita berkembang dari potensi. Kita berkembang dari upaya-upaya dan strategi untuk mengembangkan diri baik bagi dosen maupun mahasiswa.

Terakhir, semua kita adalah setara. Kita sama dihadapan Allah, kita sama memiliki potensi untuk maju, tinggal apakah kita mau bekerja, mau bergerak, atau hanya diam, minder dan pasrah?

Akhirnya, itulah sekelumit paradigma, pola fikir  dan sistem manajerial yang hendak kami kembangkan di kampus STIT Hamzah Fansuri ini.

Kami tutup dengan mengutip syair Syekh Hamzah Fansuri.

Laut itulah yang bernama aḥad

Terlalu lengkap pada asyyâ’u shamâd

Olehnya itulah lam yalid wa lam yǔlad

Wa lam yakun lahǔ kufwan aḥad.

Wassalamualaikum wr.wb

 

* Pidato ini disampaikan pada acara pelantikan ketua STIT-HAFAS Kota Subulussalam tanggal 05 Mei 2020 di Kota Subulussalam

Nonton Bareng dan Diskusi Film “Atas Nama Percaya”

Mahasiswa STIT Hamzah Fansuri Nonton Bareng Film Fenomenal “Atas Nama Percaya“, yang diproduksi oleh WatchDoc bekerjasama dengan CRCS Universitas Gajah Mada Yogyakarta.  Acara Nobar tersebut kemudian dengan diskusi mengenai para penghayat khususnya ysang terdapat di negeri Singkil, yakni kelompok Agama lokal Parmalim. Hadir dalam acara tersebut H Damhuri MM, Tokoh Budaya Singkel, Mantan Sekda Kota Subulussalam dan juga pembina STIT-HAFAS dan Mawardi selaku Waka III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama STIT-HAFAS.
Dalam sambutannya, H Damhuri memaparkan pengalamannya mengenai Agama Parmalim di Singkel.
Acara tersebut kemudian diisi dengan diskusi dengan pemateri Nurhalimah Zulkarnaen S.Sos, (aktivis kebudayaan Singkel dan peneliti Parmalim), Ismail Angkat M.IP (Dosen STIT-HAFAS) dan Ramli Cibro M.Ag (Dosen STIT-HAFAS). Acara diskusi yang dimoderatori oleh Abidah Ayu M.Psi (Dosen STIT-HAFAS), menarik antusias warga kota Subulussalam, khususnya Mahasiswa STIT-HAFAS.


Nurhalimah Zulkarnaen S.Sos sebagai pembicara kunci dalam acara tersebut memaparkan hasil risetnya mengenai masyarakat Parmalim yang sering disalahfahami dan mengalami kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik misalnya terjadi dalam bentuk keterpaksaan. Nurhalimah banyak membuka tabir mengenai kepercayaan Parmalim setelah penyelidikannya yang mendalam. Mereka menyebut tuhannya sebagai Debata Mula jadi Nabolon dengan Raja Sisimangaraja sebagai Nabi-nya. Mereka memiliki kitab Fustahat dan hari Sabtu sebagai hari beribadah. Di Aceh Singkil, Parmalim banyak terdapat di Kecamatan Danau Paris khususnya di Kampung Sikoran. Tempat ibadah mereka yang disebut Parsatian sejak tahun 1965 tidak pernah mendapat perhatian dan uluran tangan pemerintah sama sekali.

BEM STIT HAFAS Menggelar Acara Seminar Nasional 

 

Subulussalam Kamis 15 Agustus 2019.

Ramli Cibro. Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Hamzah Fansuri BEM STIT-HAFAS menggelar acara Seminar Nasional Kepenulisan Ilmiah bertema “Membentuk Guru, Dosen dan Mahasiswa sebagai Intelektual yang Berwawasan dan Terampil dalam Menulis.”
Seminar Nasional tersebut dibuka oleh Mantan Sekda Kota Subulussalam H. Damhuri SP MM. Peserta yang hadir terdiri dari kalangan guru, dosen, mahasiswa dan para peminat literasi di seputaran Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil. Damhuri yang juga merupakan pembina Yayasan As Silmi yang menaungi Kampus STIT HAFAS dalam sambutannya mengakui pentingnya literasi dalam membangun peradaban dan kebudayaan. Ia juga mendorong masyarakat Subulussalam untuk mengembangkan daerah melalui peningkatan karya tulis.

Selanjutnya